Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Test link

5 Potensi Manusia dari Allah untuk Bertahan Hidup di Dunia

Untuk memudahkan manusia dalam menjalankan tugasnya di muka bumi, Allah memberikan beberapa potensi sebagai bekal untuk menjalankan kehidupannya.

Blog nhw - Manusia diciptakan oleh Allah dari sari pati tanah yang sangat lemah dibandingkan makhluk Allah lainnya, seperti jin, iblis, malaikat. Namun, Allah memberikan keistimewaan kepada manusia berupa akal pikiran.

Allah menjadikan manusia sebagai sebaik-baik ciptaan-Nya, karena manusia diberikan ilmu pengetahuan oleh Allah.

Manusia juga bukan seperti malaikat dan iblis, yakni makhluk rohaniah, tetapi manusia juga makhluk jasmaniah.

Dengan keistimewaan yang diberikan Allah kepada manusia tersebut, menjadikan derajat manusia lebih tinggi dibandingkan dengan makhluk Allah yang lain, sehingga Allah mengamanatkan kepada manusia kepemimpinan di muka bumi. 

Allah juga hendak menguji manusia dengan keistimewaan yang diberikan Allah tersebut, apakah dipergunakan untuk menjalankan perintah Allah (ibadah) atau untuk berbuat maksiat kepada Allah swt..

Setiap manusia yang lahir di dunia adalah khalifah (pemimpin) yang bertugas memakmurkan bumi.

Penguasa yang menciptakan keseimbangan dan menjaga kelestariannya serta menciptakan kedamaian dan kesejahteraan hidup di dalamnya menuju jalan Allah yang hanif.

Tugas tersebut merupakan tugas yang sangat berat dijalankan manusia, karena langit, bumi, dan gunung pun enggan untuk memikul amanat tersebut, sebab mereka tidak sanggup untuk memikulnya.

Potensi manusia untuk hidup di dunia

Untuk memudahkan manusia dalam menjalankan tugasnya di muka bumi, Allah memberikan beberapa potensi sebagai bekal untuk menjalankan kehidupannya di dunia.

Potensi manusia yang diberikan Allah menurut Hasan Langgulung terdapat 5 hal, yaitu:

Potensi Rabbaniyah

Potensi Rabbaniyah adalah sebuah potensi sifat-sifat ketuhanan sebagaimana sifat Allah dalam Asmaul Husna, seperti Mahaperkasa, Mahabijaksana, Maha Mengetahui, Maha Pencipta, Maha Penyayang yang diberikan ke dalam diri manusia.

Karena manusia diciptakan oleh Allah meliputi unsur jasmaniah dan rohaniah, maka Allah memberikan potensi sifat-sifat ketuhanan tersebut ke dalam roh manusia agar setiap tingkah laku manusia mencerminkan kepribadian Allah di dalam dirinya.

Jika Allah Maha Pengasih, maka manusia harus memiliki rasa kasih sayang terhadap sesama.

Jika Allah Maha Mengetahui, maka manusia harus mencari ilmu pengetahuan agar mengetahui hal-hal yang menunjang kehidupannya.

Jika Allah Maha Pencipta, maka manusia harus pandai membentuk, mendesain, dan menciptakan hal-hal baru untuk memudahkannya dalam melakukan aktivitas di dunia.

Potensi Rabbaniyah tersebut harus diasah terus-menerus dengan jalan mendekatkan diri kepada Allah swt..

Keimanan dan ketakwaan dengan sebenar-benarnya akan melahirkan amal saleh yang mampu memberikan kemakmuran bagi bumi dan segala isinya.

Selain itu, amal saleh yang mampu memberikan kemakmuran bagi bumi dan segala isinya.

Amal saleh juga merupakan bentuk peribadahan kepada Allah.

Manusia yang tidak menggunakan potensi Rabbaniyah, maka hidupnya akan sengsara, resah, gelisah, tamak, kufur nikmat, dan sebagainya sehingga tidak mendapatkan kebahagiaan yang kekal di akhirat.

Potensi beragama

Setiap manusia memiliki fitrah keagamaan dalam dirinya, karena Allah telah mengambil kesaksian di alam arwah ketika berada dalam rahim seorang ibu.

Allah berfirman dalam Surah Al-A’raf ayat 172 berikut:

وَ اِذۡ اَخَذَ رَبُّكَ مِنۡۢ بَنِىۡۤ اٰدَمَ مِنۡ ظُهُوۡرِهِمۡ ذُرِّيَّتَهُمۡ وَ اَشۡهَدَهُمۡ عَلٰٓى اَنۡفُسِهِمۡ‌ ۚ اَلَسۡتُ بِرَبِّكُمۡ‌ ؕ قَالُوۡا بَلٰى‌ ۛۚ شَهِدۡنَا ‌ۛۚ اَنۡ تَقُوۡلُوۡا يَوۡمَ الۡقِيٰمَةِ اِنَّا كُنَّا عَنۡ هٰذَا غٰفِلِيۡ

Artinya: "Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): 'Bukankah Aku ini Tuhanmu?'  mereka menjawab: 'Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi' (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: 'Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)."

Berdasarkan ayat tersebut, jelas dipaparkan bahwa setiap manusia memiliki kecenderungan beragama.

Kecenderungan tersebut melahirkan keyakinan terhadap kekuatan yang lebih besar terhadap dirinya sendiri, sehingga manusia membutuhkan pegangan tersebut. 

Namun, tak jarang manusia melenceng dari pemahaman yang benar, sehingga banyak manusia yang berada dalam kesesatan meyakini Tuhannya.

Jika terdapat manusia yang tidak memiliki kepercayaan apa pun di dunia (atheis), maka sebenarnya hal tersebut bertentangan dengan fitrah yang ada dalam dirinya. 

Dalam keadaan tertentu, manusia tersebut akan melampaui batas, sehingga keadaan jiwanya labil dan mengalami keguncangan batin.

Potensi beragama tersebut harus dilihat melalui kacamata emosional, di mana setiap manusia membutuhkan agama untuk menstabilkan emosinya yang terkadang meluap-luap tidak terkendali, karena manusia dibekali hawa nafsu oleh Allah. 

Potensi tersebut harus digali dan dicari terus-menerus agar menemukan keyakinan yang benar, suatu keyakinan yang menghantarkan kepada kedamaian dan kebahagiaan batin.

Potensi emosional

Emosi atau perasaan adalah potensi yang diberikan Allah kepada manusia dengan berbagai macam jenis, yakni cinta, rindu, sakit, kecewa, patah hati, marah, damai, sayang, tulus, dan sebagainya.

Emosi tersebut berada dalan keadaan labil, suatu saat dapat menjadi baik, tetapi kadang kala dapat menjadi buruk sehingga diperlukan pengendalian diri yang sangat tinggi untuk mengolah emosi tersebut menjadi baik dan sehat.

Emosi yang sehat dan bersih akan menjadikan manusia senantiasa dalam perilaku dan pikiran yang positif.

Sebaliknya, emosi yang kotor dan sakit akan menjadikan manusia berperilaku keji dan semaunya sendiri sehingga berupaya untuk memenuhi segala hawa nafsunya yang menyebabkan kerusakan.

Hal tersebut dapat membutakan mata hati untuk menerima kebenaran dan petunjuk Allah swt..

Potensi intelektual

Manusia diberikan keistimewaan oleh Allah berupa akal pikiran. Akal tersebut merupakan potensi yang diberikan oleh Allah untuk mengenal ilmu pengetahuan, sehingga manusia dapat memahami dan mengerti terhadap sesuatu.

Dengan akal tersebut, manusia dituntut untuk berpikir yang mendalam secara rinci dan terus-menerus sehingga memiliki pengetahuan yang mendalam.

Ilmu pengetahuan tersebut dapat dimanfaatkan manusia untuk mencipta dan berkreasi dengan kemampuan akalnya.

Namun, terkadang manusia sombong terhadap potensi yang diberikan Allah tersebut, sehingga memanfaatkan ilmunya hanya untuk dirinya sendiri dan untuk mendapatkan pujian dan sanjungan dari manusia.

Potensi biologis

Unsur jasmaniah manusia berupa mulut, lambung, dan alat vital merupakan potensi biologis yang diberikan Allah kepada manusia untuk bertahan hidup dengan makan dan minum secukupnya serta melanjutkan keturunan dengan hubungan suami istri  melalui cara-cara yang benar akan memberikan kebahagiaan, kedamaian, dan ketenteraman.

Namun, manusia sering kali terjebak ke dalam keduanya, sehingga manusia tamak dan rakus untuk mengenyangkan nafsu perut dan tidak mampu mengendalikan syahwat dalam dirinya.

Hal tersebut yang lepas kontrol akan menimbulkan keresahan dan kerugian bagi diri sendiri dan orang lain.

Pengembangan potensi manusia

Potensi-potensi yang telah dipaparkan di atas merupakan anugrah yang diberikan Allah kepada manusia untuk bertahan hidup di dunia dan melaksanakan amanat yang dibebankan kepadanya.

Potensi-potensi tersebut merupakan harta yang tak ternilai harganya dan harus senantiasa dikembangkan setiap hari melalui pencarian ilmu dan pendidikan.

Dua faktor yang dapat dijadikan pedoman untuk mengetahui penggunaan potensi-potensi di atas, yakni usaha manusia sendiri untuk mengasah potensi tersebut dan petunjuk dari Allah swt. yang dapat dilihat melalui kebersihan hati dan pikiran dalam keimanan dan ketakwaan kepada Allah.

Potensi tersebut harus disinergikan satu sama lain, karena masing-masing saling berhubungan dan memiliki keterkaitan yang erat, di mana ketika semua potensi tersebut dikembangkan dengan baik dan menurut jalan yang lurus, maka akan membentuk manusia yang sempurna (insan kamil).

Referensi

Basyit, Abdul. 2017. Memahami Fitrah Manusia dan Implikasinya dalam Pendidikan Islam. Tangerang: UMT, Jurnal Rausyan Fikr. Vol. 13. No. 1.

Ramayulis. 2015. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia. Cetakan Keduabelas.

© blognhw.com. All rights reserved. Developed by Jago Desain